Setelah turun dari ranjangnya, lalu dengan agak terburu-buru dia menyambar handuk untuk mandi. Selesai mandi, Janet pun bergegas untuk mengenakan seragam sekolah. Setelah selesai barulah Janet keluar dari kamarnya untuk sarapan.
Begitu selesi sarapan, bergegas Janet pamit kepada Ibunya untuk berangkat sekolah.
”Bu, Janet berangkat sekolah dulu ya...”
”Iya, hati-hati Nak...”
”Iya Bu...”
Dengan tatapan mata penuh kasih sang Ibu, Janet pun meninggalkan rumahnya untuk berangkat sekolah. Jarak rumah Janet dengan sekolahnya tidak begitu jauh, kira-kira hanya 150m, jadi Janet hanya jalan kaki untuk pergi ke sekolah. Setelah beberapa menit di perjalanan, akhirnya dia sampai juga di sekolah. Saat Janet memasuki ruang kelasnya, ternyata kedua sahabatnya, Soraya dan Maria belum tiba di sekolah. Akhirnya, Janet hanya duduk di kelas sendirian, sembari membaca buku.
”Eh, kamu Jan. Lagi ngapain kok sendirian aja?”
Janet terperanjat. Dengan agak ragu-ragu dia mengangkat wajahnya. Ternyata suara yang menegurnya adalah Rafa, teman sekelas Janet. Dan ternyata dia adalah cowok macho yang diam-diam mengagumi Janet. Malu-malu dia menatap cowok macho itu.
”Aku..aku lagi nungguin Soraya dan Maria.”
”Bolehkah aku temani kamu duduk??” Rafa mengambil tempat di sebelah Janet.
Belum sempat Rafa duduk, tiba-tiba Soraya dan Maria datang, dan Rafa pun tak jadi duduk di sebelah Janet. Tak lama kemudian bel tanda masuk kelas pun berbunyi. Semua siswa memasuki kelas dan bersiap-siap untuk memulai pelajaran. Berselang beberapa menit, guru pembimbing pun memasuki kelas dan segera memulai aktivitas belajar mengajar.
***
Bel tanda waktu istirahat pun berbunyi. Begitu guru pembimbing meninggalkan kelas, spontan para siswa pun saling berebutan untuk lebih dulu keluar dari ruang kelas. Begitu pula dengan Janet dan kedua sahabatnya. Mereka bertiga langsung pergi ke taman, tempat biasa mereka nongkrong sewaktu istirahat sembari bersendau gurau.
”Aku dan Maria beli minum dulu ya Jan...” tutur Soraya.
”Ehmm, OK dech... sekalian Aku beliin ya!!”
“Siap...“ jawab Soraya dengan semangat sembari pergi meninggalkan Janet.
Kini Janet hanya duduk sendiri di taman sekolah dan hanya di temani kicauan burung. Tiba-tiba ada seseorang yang duduk di sebelah Janet.
”Eh..Kamu” kata Janet dengan agak terkaget-kaget.
”Bolehkan aku duduk di sini?”
”Boleh aja, silahkan.”
Sesaat suasana menjadi hening, karena mereka berdua hanya saling membisu tanpa ada suara selain kicauan burung dan hembusan angin.
”Teman-teman kamu pada kemana Jan?” akhirnya Rafa mengeluarkan suara untuk melepas keheningan.
”Lagi ke kantin pada beli minum.” Jawab Janet singkat.
Akhirnya suasana menjadi hening kembali karena lagi-lagi mereka saling membisu.
”duhhh...pada kemana sih mereka berdua, kok lama banget.” gumam Janet dalam hati.
”Andai sekarang aku bisa mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya pada Janet. Tapi..... ach itu tak mungkin kulakukan sekarang.” gumam Rafa panjang lebar dalam hatinya.
Tak lama kemudian Soraya dan Maria kembali dari kantin.
”Eh..sory, kita berdua ganggu ya?” ledek Soraya pada Rafa dan Janet.
”Hah, enggak kok...” kata Janet sembari tersipu malu.
Mereka berempat pun mengobrol dengan sangat asyik dan dipenuhi dengan canda tawa. Sampai-sampai mereka semua tidak sadar kalau waktu istirahat telah usai. Semua siswa brhamburan untuk masuk kelas masing-masing, termasuk Janet, Rafa, Soraya, dan Maria.
Setelah beberapa menit pelajaran, akhirnya sesuatu yang yang paling ditunggu-tunggu para siswa pun telah tiba, yaitu bel pulang sekolah.
***
Sesampainya di rumah, Janet langsung istirahat di kamar kesayangannya yang bernuansa warna pink. Saat ingin memejamkan matanya, tiba-tiba bayangan wajah Rafa muncul di benak janet. Dia pun menjadi bingung, karena tiba-tiba bayangan wajah cowok macho itu hinggap di pikirannya.
”Apakah aku..... ach tak mungkin hal seperti itu terjadi.” kata Janet lirih.
Di lain tempat, Rafa juga merasakan hal yang sama dengan Janet. Tiba-tiba bayangan wajah Janet menyelimuti hati Rafa. Ternyata tanpa disadari, lama kelamaan puspa cinta telah tumbuh di hati mereka.
Malam pun telah tiba, seperti biasanya, setelah selesai belajar Janet langsung pergi ke ruang keluarga untuk nonton TV bersama keluarganya. Saat sedang asyik nonton sinetron kesayangannya, tiba-tiba ponsel Janet berdering tanda ada telepon masuk. Ternyata yang menelepnnya adalah Rafa. Kemudian Janet langsung masuk ke kamarnya untuk mengangkat telepon dari Rafa.
”Hallo Jan...” sapa Rafa.
”Hallo Raf...ada apa kok tumben kamu telpon aku?” tanya Janet agak bingung karena tidak biasanya Rafa menghubunginya.
”Ehmm...besok pagi ketemuan di taman sekolah ya!” kata Rafa tanpa basa-basi.
”Emangnya mau ngapain?”
”Pokoknya besok pagi tunggu di taman.”
Belum sempat Janet tanya lebih lanjut dan masih dalam kebingungan, tiba-tiba Rafa menutup teleponnya. Janet pun masih bertanya-tanya, kenapa tiba-tiba Rafa meneleponnya dan mengajaknya ketemuan di taman. Daripada terus-terusan bingung, akhirnya Janet memutuskan untuk tidur.
Detik berganti menit, menit berganti jam, dan malam pun berganti menjadi pagi. Janet langsung bergegas bangun dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Selesai siap-siap dia langsung sarapan dan kemudian baru berangkat sekolah.
Sesampainya di sekolah, Janet tidak langsung menuju kelasnya melainkan menuju ke taman sekolah, karena dia ingat kalau punya janji dengan Rafa. Ternyata Rafa sudah lebih dulu sampai di taman.
”Udah lama ya Raf nunggunya?”
”Eh..belum kok, silahkan duduk Jan!”
”Thanks...”
Sesaat keduanya sama-sama diam dengan lamunannya masing-masing. Mata mereka memandang ke depan dengan pikiran menerawang jauh. Sehingga untuk beberapa saat keheningan pun menyelimuti mereka.
Angin pagi berhembus lembut, membelai dedaunan, menimbulkan suara bisikan-bisikan berirama yang timbul akibat dedaunan saling bergesek satu sama lain. Ah... andai saja keduanya sedang berpacaran dengan rasa cinta di hati, pasti suasana seperti itu akan terasa semakin bertambah romantis.
”Janet...”
”Ya..?”
”Maukah kamu menerimaku sebagai teman atau sahabatmu?“ pinta Rafa.
Janet tak langsung menjawab. Hatinya sesaat dibuat terkejut mendengar perkataan Rafa. Semula dia mengira bahwa Rafa akan memintanya menjadi teman dekat atau pacar, sebagaimana yang dia bayangkan. Namun ternyata, Rafa justru memintanya hanya sebagai teman atau sahabat.
Biarlah untuk sementara waktu Janet akan menerima Rafa sebagai sahabat. Dengan begitu dia bisa mengenal lebih dekat bagaimana Rafa sebenarnya. Janet pun tersenyum dan mengangguk pada Rafa.
”Thanks Janet...”
Janet kembali tersenyum dan mengangguk berusaha meyakinkan Rafa kalau dia pun senang menjalin persahabatan dengan cowok macho itu.
***
Setelah kejadian di taman pagi itu, Janet dan Rafa menjadi semakin akrab. Setiap hari mereka selalu ngobrol bareng dan hampir setiap hari pula mereka jalan bersama. Tetapi hampir lima hari ini Rafa tidak berangkat sekolah. Entah ada apa dengan cowok itu. Tak ada kabar sama sekali dengan dia. Janet menjadi sangat khawatir dengan Rafa. Saat pelajaran pun, yang ada di pikiran Janet hanya Rafa., akhirnya pikirannya menjadi tidak karuan.
”Hei, kenapa sih kamu Jan? Daritadi bengong terus, entar kesambet lhoo..” sentak Soraya menyadarkan lamunan Janet.
”Ehh,,ehmm...nggak ada apa-apa kok.”
”Yang bener,, pasti lagi mikirin Rafa kan?” sambung Maria.
”Enggak kok..” elak Janet.
”Ngaku aja dech...ohh ya, mending entar pulang sekolah kamu ke rumah Rafa aja!” saran Soraya.
Tanpa pikir panjang, Janet pun menyetujui saran sahabatnya. Pulang sekolah nanti dia akan ke rumah Rafa untuk melihat keadaannya.
Bel pulang sekolah pun akhirnya berbunyi. Janet buru-buru keluar kelas dan setalah itu jalan menuju rumah Rafa. Sesampainya di rumah Rafa, Janet hanya bertemu dengan pembantu Rafa.
”Siang Bi..”
”Siang Non, mau cari siapa ya?”
”Rafa ada Bi?”
”Wah sudah beberapa hari ini Nak Rafa ada di rumah sakit Non.”
”Emang sakit apa ya Bi, kalau boleh saya tau?” tanya Janet dengan penuh keingin tahuan.
”Dokter memfonis nak Rafa terkena kanker otak Non.”
Mata Janet terbelalak tajam mendengar perkataan Bibi. Matanya pun sudah berkaca-kaca, untung Janet masih bisa membendungnya sehingga tidak jatuh.
”Kalau boleh tau, Non yang namanya Janet bukan yya?”
”Iya Bi, memangnya kenapa?”
”Ini Non, Nak Rafa niti amplop ini sebelum dia masuk rumah sakit. Katanya amplop ini buat Non Janet.” kata Bibi sembari menyerahkan amplop kepada Janet.
”Makasih, kalau gitu saya permisi pulang Bi.”
”Iya non...”
Dengan lesu dan tak bersemangat, Janet berjalan menuju rumahnya. Sesampainya di rumah, Janet langsung membuka isi amplop yang diberikan oleh pembantu Rafa. Isi dari amplop itu adalah sebuah cincin perak yang terukirkan nama Rafa dan sepucuk surat. Kemudian dengan hati yang tak menentu Janet membaca isi surat itu.
To. Janet
Sejak pertama aku mengenalmu, aku telah jatuh hati padamu. Tapi aku tak kuasa untuk mengungkapkan semua perasaanku itu padamu. Baru sekarang ini aku bisa mengungkapkannya walau hanya lewat surat ini. Namun sayang, aku sudah tak punya waktu untukmu. Janet, sekarang kenyataan pahit telah di depan mata. Aku harus pergi meninggalkanmu dan meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Yang harus selalu kau tahu, rasa cintaku padamu takkan pernah musnah walau batu nisan telah memisahkan kita. Dan aku sangat merasa walau kau hanya menjadi sahabat, bukan sebagai kekasihku. Dan itu adalah sebuah cincin sebagai kenangan terakhir dariku, Janet. Lewat surat ini aku ingin mengucapakn 3 kata terakhir untukmu.
“I LOVE YOU”
Selamat tinggal Janet, semoga hari-harimu selalu bahagia.
Rafa
Setelah membaca surat itu, di mata Janet hanya ada hujan dan hujan nan tak kunjung reda. Begitu deras! Begitu menghempas! Mega hitam berarak-arak nan di atas sana. Halilintar menggelegar berkepanjangan membelah udara yang membekukan. Mata indah itu benar-benar telah kuyup oleh air bening yang tak bisa dibendungnya lagi.
Sesaat Janet pun terdiam dalam kesedihannya. Kemudian dia mengambil ponsel yang ada di sakunya. Dia akan menghubungi nomor rumah Rafa untuk mencari tau dimana Rafa di rawat. Akhirnya beberapa menit kemudian dia mendapat informasi dimana Rafa di rawat. Tanpa pikir panjang Janet langsung melesat ke tempat itu, diiringi dengan tangisnya. Tapi sayang semuanya telah terlambat. Sesampainya di sana, Rafa sudah di panggil oleh yang maha kuasa.
Janet pun tak kuasa untuk membendung linangan air matanya. Kini bening-bening kristal itu kian deras membanjiri wajahnya.
”aku sebenarnya juga mencintai kamu Raf. Tapi semuanya telah terlambat. Namun kini takdir telah memisahkan kita. Andai waktu bisa terulang kembali. Semestinya cerita klasik ini tak perlu terjadi dalam kehidupan kita. Semoga kau tenang di alam sana Raf. Selamat tinggal MY LOVE.” kata Janet dengan lirih sembari memeluk memeluk erat tubuh Rafa disertai dengan linangan air mata yang semakin deras.
Setelah kenyataan pahit itu terjadi, Janet merasa sangat kehilangan sahabatnya sekaligus orang yang dicintainya. Janet pun sadar bahwa semua manusia itu tak ada yang abadi. Dan dia juga sadar bahwa kesedihan tak dapat mengubah segalanya. Dia harus mengikhlaskan kepergian Rafa. Dan bangkit dari kesedihan. Serta mencoba hidup bahagia di setiap hari-harinya walau tanpa ada Rafa lagi di sampingnya.
0 komentar:
Posting Komentar